Konsisten Secara Total Dengan Syariat
KONSISTEN SECARA TOTAL DENGAN SYARIAT
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ – فَاِنْ زَلَلْتُمْ مِّنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَتْكُمُ الْبَيِّنٰتُ فَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allâh) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allâh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [al-Baqarah/2:208-209].
Mufradat
السِّلْمُ (as-silmu), maksudnya adalah Islam.[1] Pendapat lainnya, ketaatan (kepada Allâh).[2]
كَافَّةً (kâffatan), maksudnya jamî’an (secara keseluruhan, totalitas).[3]
Penafsiran Ayat
Ini adalah satu khithâb (panggilan ilahi) yang tertuju kepada kaum Mukminin[4] yang harus didengar dan diperhatikan, untuk melaksanakan kandungan perintahnya dan menjauhi kandungan larangannya.
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu, Mujahid rahimahullah, Abul ‘Aliyah rahimahullah, Qatâdah rahimahullah, Adh-Dhahhâk rahimahullah dan ulama lainnya memaknai dengan, ‘kerjakanlah semua amal shalih dan seluruh jenis kebajikan’.[5]
Sedangkan Ibnu Katsîr rahimahullah mengatakan, maksudnya adalah Allâh Ta’ala memerintahkan para hamba-Nya yang beriman kepada-Nya dan membenarkan para Rasul-Nya, supaya mereka kuat berpegang dengan seluruh tali ajaran Islam dan syariat-syariatnya, mengaplikasikan seluruh perintah-Nya dan meninggalkan semua larangan-Nya, sesuai jangkauan kemampuan mereka. [6]
Kaum Mukminin diperintahkan untuk mengerjakan seluruh cabang keimanan dan syariat-syariat Islam, yang banyak jumlahnya sesuai dengan kemampuan,[7] tetapi bukan dengan memilih-milih aturan syariat dan hukum-hukum. Misal, yang sesuai dengan kemaslahatan (kepentingan) dan hawa nafsunya akan diterima dan diamalkan. Sedangkan ajaran yang tidak selaras dengan kemaslahan dan hawa nafsu pribadi, ditolak atau ditinggalkan dan abaikan. Kewajiban kita ialah menerima semua aturan syariat Islam dan hukum-hukumnya secara keseluruhan.[8]
Mengagungkan syariat dan mengamalkannya termasuk wujud pengagungan seorang hamba kepada Allâh Azza wa Jalla dan bukti keimanannya kepada Allâh Azza wa Jalla . Allâh Azza wa Jalla berfirman:
ذٰلِكَ وَمَنْ يُّعَظِّمْ شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ فَاِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوْبِ
Demikianlah (perintah Allâh). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allâh, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati”.[al-Hajj/22:32].
Seperti halnya para sahabat Nabi, mereka insan-insan yang sangat kuat dalam berpegang dengan ajaran Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya, dan tunduk kepada al-haq. Mereka memiliki kesempurnaan iman dibandingkan generasi selanjutnya.
Simaklah ‘Umar bin Khaththab memuji Abu Bakr ash-Shiddiq: “Dia seorang yang jujur, gemar berbuat baik, memiliki akal yang lurus dan mengikuti al-haq”. [9]
Simak juga pujian Ibnu ‘Abbas terhadap ‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu : “Dia seorang yang sangat memperhatikan garis-garis aturan Kitabullâh”.[10]
Harus Menghindari Tipu Daya Setan
Masuk ke dalam Islam secara total tidak mungkin dilakukan seorang hamba kecuali hanya dengan menghindari dan menjauhi jalan dan bisikan, serta tipu daya setan.[11] Karenanya, pada lanjutan ayat, Allâh Azza wa Jalla berfirman : وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ (dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan).
Maksudnya, kata Imam Ibnu Katsir: “Kerjakanlah seluruh amal ketaatan dan hindarilah oleh kalian semua yang dibisikkan setan kepada kalian. Karena…
اِنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوْۤءِ وَالْفَحْشَاۤءِ وَاَنْ تَقُوْلُوْا عَلَى اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allâh apa yang tidak kamu ketahui. [al-Baqarah/2:169], dan
اِنَّمَا يَدْعُوْا حِزْبَهٗ لِيَكُوْنُوْا مِنْ اَصْحٰبِ السَّعِيْرِۗ
Karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala” [Fâthir/35:6].
Allâh Azza wa Jalla mengingatkan pada penutup ayat dengan berfirman إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ (sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu).
Mutharrif berkata, “Makhluk Allâh yang paling ampuh tipu muslihatnya terhadap hamba Allâh adalah setan”.[12]
Tidak Ada Istilah “Kulit“ Untuk Ajaran Allah dan RasulNya
Konsistensi dengan ajaran syariat dan mentaati Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mendatangkan hidayah dan menjauhkan dari kesesatan. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
قُلْ اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَۚ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّمَا عَلَيْهِ مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُمْ مَّا حُمِّلْتُمْۗ وَاِنْ تُطِيْعُوْهُ تَهْتَدُوْاۗ وَمَا عَلَى الرَّسُوْلِ اِلَّا الْبَلٰغُ الْمُبِيْنُ
Katakanlah: “Taat kepada Allah dan taatlah kepada Rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban Rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” [an-Nûr/24:54].
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ يَهْدِيْهِمْ رَبُّهُمْ بِاِيْمَانِهِمْۚ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهِمُ الْاَنْهٰرُ فِيْ جَنّٰتِ النَّعِيْمِ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih, mereka diberi petunjuk oleh Rabb mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan. [Yunus/10:9].
Allâh juga berfirman:
وَيَزِيْدُ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اهْتَدَوْا هُدًىۗ وَالْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ مَّرَدًّا
Dan Allâh akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal-amal shalih yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu dan lebih baik kesudahannya. [Maryam/19:76].
Imam al-‘Izz bin ‘Abdus-Salam berkata, “Tidak boleh mengatakan bahwa syariat itu qisyrûn (kulit), padahal memuat banyak sekali manfaat dan kebaikan. Bagaimana bisa perintah untuk taat dan beriman disebut ‘kulit’?! Siapapun yang melontarkan sebutan seperti ini tiada lain ia seorang yang dungu, celaka lagi kurang beradab. Seandainya pernyataannya itu dikomentari sebagai qusyûr (tidak penting) pastilah serta-merta ia akan mengingkari orang yang menanggapinya. Bagaimana ia bisa melontarkan penyebutan ‘kulit’ (tidak penting) kepada syariat, padahal syariat itu adalah Kitabullâh dan Sunnah Rasul-Nya. Maka, orang bodoh ini pantas mendapatkan sanksi yang sesuai dengan kesalahannya ini.”[13]
Ancaman Bagi Seseorang yang Menyimpang Dari Jalan Allâh Azza wa Jalla
Seseorang yang tidak taat kepada Allâh Azza wa Jalla , hakikatnya ia justru terjerumus ke dalam perbuatan yang buruk, yaitu mempertuhankan dan mendewakan hawa nafsunya, sehingga menyeretnya kepada kehinaan, kenistaan dan kesengsaraan hakiki. Realitas ini harus disadari oleh setiap Mukmin yang berharap keselamatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Seseorang yang beriman kepada Allâh Azza wa Jalla tidak sepantasnya menjadikan hawa nafsunya sebagai “tuhan” yang ditaati. Maksudnya, jika satu perintah sesuai dengan keinginannya, maka ia akan menjalankannya. Bila satu aturan tidak sejalan dengan hawa nafsunya, ia pun menolak menaatinya. Mestinya, hawa nafsunya harus tunduk patuh kepada aturan agama (Islam), dan mengerjakan amalan kebajikan yang berada dalam jangkauan kemampuannya. Adapun perintah-perintah yang belum sanggup untuk menjalankannya, maka hendaklah ia mematuhi dan menanamkan niat untuk menjalankannya, sehingga ia mendapatkan pahala dengan niatnya itu.[14]
Selanjutnya, pada ayat berikutnya Allâh Azza wa Jalla berfirman:
فَإِنْ زَلَلْتُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْكُمُ الْبَيِّنَاتُ فَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran.
Ayat ini memuat peringatan dan ancaman terhadap seseorang yang menyimpang dan menolak syariat Allâh Azza wa Jalla . Syaikh as-Sa’di rahimahullah mengatakan, “Bila kalian meninggalkan kebenaran setelah hujjah-hujjah tegak dan jelas di hadapan kalian, maka ketahuilah, bahwasanya Allâh Maha Perkasa untuk membalas (sikap kalian). Tidak ada seorang(pun) yang sanggup melarikan diri dari-Nya, dan tidak ada seorang pun yang mampu mengalahkan-Nya. Dia (Allâh) Maha Bijaksana dalam ketentuan hukum-hukum-Nya, pembatalan dan penetapan hukum-Nya. Oleh sebab itu para ulama mengatakan, Allâh Maha Perkasa dalam menjatuhkan siksa-Nya, Maha Bijaksana dalam ketentuan-ketentuan-Nya.”
Seorang hamba yang telah mengetahui al-haq, namun kemudian membencinya, maka orang yang seperti ini pantas mendapatkan perlakuan dari Allâh Azza wa Jalla untuk semakin dijauhkan dari kebenaran dan kemudian ditambah kesesatannya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
فَلَمَّا زَاغُوْٓا اَزَاغَ اللّٰهُ قُلُوْبَهُمْۗ
Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allâh memalingkan hati mereka. [ash-Shaff/61:5].
Syaikh ‘Abdur-Rahmân as-Sa’di rahimahullah berkata, “Orang yang membenci al-haqq dan justru berjalan mengikuti hawa nafsunya, pantaslah Allâh Azza wa Jalla menambahkan kesesatan untuknya”.[15]
Cermati pula perkataan Abu Bakr Ash-Shiddîq Radhiyallahu anhu berikut ini, “Aku khawatir akan menjadi orang yang sesat (menyimpang) bila aku tinggalkan sesuatu dari petunjuk Rasûlullâh n “.
Syaikh Hamd bin Ibrâhîm al-‘Utsmân hafizhahullâh mengatakan, dengan demikian (melalui ayat ini), dapat diketahui kesalahan orang-orang yang berada di atas manhaj-manhaj yang tidak berdiri di atas al-haq. Mereka memperlakukan syariat sesuai dengan kehendak sendiri, menjalankan sebagian petunjuk syariat dan berpaling dari petunjuk syariat lainnya yang dianggapnya qusyûr (kulit), atau masalah cabang yang tidak ada urgensi dan kepentingannya. Demikian dalih mereka”.
Dengan anggapan yang keliru tersebut, maka tidak diragukan jika mereka telah menodai hikmah Allâh Azza wa Jalla . Syariat Allâh Azza wa Jalla ini tidak diturunkan kecuali ada tujuan dan hikmahnya. Sehingga seandainya ada bagian syariat yang tidak penting, tentu Allâh Azza wa Jalla tidak menurunkan dan mensyariatkannya pada hamba-hamba-Nya, serta memerintahkan mereka untuk bertaqarrub dengan-Nya.
Allâh Ta’ala mengingatkan:
اَفَتُؤْمِنُوْنَ بِبَعْضِ الْكِتٰبِ وَتَكْفُرُوْنَ بِبَعْضٍۚ
Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? [al-Baqarah/2:85].[16]
Pelajaran Dari Ayat
- Kewajiban menerima semua aturan syariat Allâh dan Rasul-Nya, tidak boleh memilih sesuai dengan yang disukainya
- Semua petunjuk syariat baik dan mendatangkan kemaslahatan.
- Kewajiban bagi kaum Mukminin agar meningkatkan semangat belajar dan mendalami syariat Islam, agar mengetahui semua ajaran Allâh Azza wa Jalla sehingga mengenal Islam dengan lebih baik dan dapat melaksanakannya.
- Harus merasa takut terhadap ancaman dan makar dari Allâh Azza wa Jalla .
- Konsisten dengan ajaran syariat akan mendatangkan hidayah demi hidayah.
- Pelanggaran terhadap syariat dapat menjauhkan seseorang dari hidayah Allâh Azza wa Jalla . Wallahu a’lam.
Disusun oleh
Ustadz Abu Minhal Lc
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XVI/1434H/2013M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Ikrimah, Qatadah, adh-Dhahhaak dan lainnya. Lihat Zâdul–Masîr, 1/174; Tafsir al-Qur`ânil–‘Azhim, 1/569.
[2] Dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Abul ‘Aliyah dan Rabi’ bin Anas.
[3] Zâdul–Masîr, 1/174.
[4] Taisiru al-Karîmi ar-Rahmân, hlm. 84.
[5] Tafsîru al-Qur`ânil–‘Azhîm, 1/569.
[6] Tafsîru al-Qur`ânil–‘Azhîm, 1/569.
[7] Tafsîru al-Qur`ânil–‘Azhîm, 1/570.
[8] Aisaru at-Tafâsîr 1/.90.
[9] HR al-Bukhâri no.3094.
[10] HR al-Bukhâri kitab tafsir no.4642
[11] Taisir al-Karîmir ar-Rahmân, hlm. 84.
[12] Tafsîru al-Qur`ânil–‘Azhîm, 1/570.
[13] Al-Fatawa al-Maushiliyyah, hlm.68-69. Nukilan dari ash-Shawaarifu ‘anil–Haqq, hlm.72-73.
[14] Taisiru al-Karimi ar-Rahmân, hlm. 84
[15] At-Tankîl, hlm. 2/201. Nukilan dari ash-Shawârifu ‘anil Haqqi, hlm.74.
[16] Lihat ash-Shawârifu ‘anil–Haqq, hlm.72.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/40988-konsisten-secara-total-dengan-syariat-2.html